10 Jendral berpengaruh muslim dari zaman Rasulullah hingga sekarang
Di
tengah keadaan kesehatannya yang buruk, Rasulullah terus memerintahkan perang
di perbatasan Syam. Selain itu, dia menulis perintah untuk membunuh nabi palsu.
Usamah ditunjuk oleh Rasulullah untuk memimpin perang di perbatasan Syam. Ia
membawahi Umar bin Khattab dan orang lain.
Beberapa
teman mempertanyakan keputusan tersebut karena ada banyak sahabat senior dalam
pasukan, termasuk Sa'ad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid, dan Abu Ubaidah bin
Jarrah. Dipercaya bahwa mereka lebih cocok untuk memimpin pasukan. Setelah
mendengar berbagai kata-kata yang tampaknya menyepelekan Usamah,
Usamah
pertama kali menemui Rasulullah yang masih sakit sebelum berangkat ke medan
perang. Ketika panglima termuda mencium wajah Rasul, Rasul hanya mengucapkan doa
dan mengusap kepala Usamah.
Pasukan
belum bergerak jauh. Usamah menghentikan perjalanan pasukannya ketika mendengar
berita bahwa Rasulullah wafat. Dia kemudian bergegas ke rumah Sang Nabi bersama
Umar dan Abu Ubaidah. Dalam keadaan sedih, kaum Muslimin mencapai kesepakatan
untuk mengangkat Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai Khalifah untuk menggantikan
Rasulullah. Sesuai perintah Rasulullah, Abu Bakar kemudian menyuruh Usamah
kembali memimpin pasukan.
Usamah
cepat meninggalkan Madinah menuju perbatasan Syam bersama pasukannya. Mereka
tiba di Wadilqura setelah melewati beberapa wilayah yang masih memeluk Islam.
Pasukan Usamah dapat mengalahkan musuh dengan strategi perang yang canggih.
Setelah
empat puluh hari, mereka kembali ke Madinah dengan sejumlah harta rampasan
perang dan tanpa korban. Putra Ummu Aiman sejak itu dihormati oleh para
sahabatnya. Waktu telah berlalu. Pada tahun 53 Hijriyah atau 673 Masehi, Usamah
pun meninggal dunia. Dia sudah berkomitmen untuk membela agama Allah selama
hidupnya.
Sahabat
ini bernama lengkap Khalid binWalid bin Mughirah bin Abdullah bin Umar Bin
Makzum. Dia biasanya disebut Khalid bin Walid yang disebut
"Saifullah" atau "pedang Allah yang terhunus." Dia adalah
panglima perang yang paling ditakuti dan terkenal di medan perang di bawah
pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Dia adalah salah satu panglima perang
terpenting yang tidak terkalahkan sepanjang kariernya, terkenal sebagai
panglima tertinggi untuk Nabi Muhammad dan penerus-penerusnya. Di bawah komando
militernya, Arabia membentuk Kekhalifahan, yang merupakan entitas politik
pertama dalam sejarah.
Dia
memimpin pasukan muslim baru dan menang dalam lebih dari 100 pertempuran,
termasuk melawan Kekaisaran Byzantium, Kekaisaran Sassanid, dan sekutu-sekutu
mereka, serta suku-suku Arab yang tidak berada di bawah kekuasaan Khalifah. Dia
mencapai penaklukan Arab, Persia, Mesopotamia, dan Suriah Romawi dalam waktu
empat tahun (632–636). Dia terkenal dengan kemenangan telak dalam Pertempuran
Yamama, Ullais, dan Firaz, serta kesuksesan taktis dalam Pertempuran Walaja dan
Yarmuk.
Saad
berpartisipasi dalam Pertempuran Badar bersama saudaranya Umair bin Abi Waqqas,
yang kemudian syahid bersama tiga belas pejuang Muslim lainnya. Sa'ad terpilih
menjadi salah satu pemanah terbaik Islam pada Pertempuran Uhud bersama Zaid.
Setelah beberapa pejuang Muslim meninggalkan posisi mereka, Saad berjuang
dengan gigih untuk mempertahankan Rasulullah SAW. Selain itu, Sa'ad menjadi
sahabat dan pejuang Islam pertama yang menggunakan panah untuk mempertahankan
agama Islam.
Saat
Sa'ad bin Abi Waqqas memimpin pasukan Islam melawan tentara Persia di
Qadissyah, kepahlawanannya dicatat dengan emas. Sebelum peperangan, Sa'ad
mengirim surat kepada kaisar Persia Yazdagird dan Rustum dengan undangan untuk
masuk Islam atas perintah khalifah Umar bin Khattab. An-Numan bin Muqarrin,
delegasi Muslim pertama yang berangkat, kemudian mendapat penghinaan dan
menjadi objek ejekan Yazdagird.
Sa'ad
mengirim delegasi yang dipimpin Rubiy bin Aamir untuk mengirim surat kepada
Rustum. Rustum memberikan Rubiy semua kemewahan dunia. Namun, ia tetap setia
pada agama Islam dan menyatakan bahwa Allah SWT menjanjikan surga, yang
merupakan kemewahan yang lebih besar. Setelah kedua pemimpin menolak tawaran masuk
Islam, delegasi Muslim kembali. Sa'ad menangis saat melihatnya karena ia
dipaksa untuk berperang, mengorbankan nyawa orang Muslim dan non-Muslim.
Pada
tahun 651 M, atau dua puluh tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, sebuah
delegasi Muslim dipimpin oleh Sa'ad bin Abi Waqqas memasuki negeri Cina untuk
mendakwahkan agama Islam. Khalifah Usman bin Affan mengirimkan delegasi
tersebut untuk mendakwahkan Islam ke negeri Tirai Bambu itu.
Dinasti
Tang menguasai Cina pada saat itu. Gaozong adalah nama kaisar. Ia memungkinkan
delegasi Muslim untuk memperkenalkan risalah Nabi Muhammad SAW kepada orang
Cina dan menyambut mereka dengan hangat.
Ini
adalah tempat di mana dua budaya bertemu dan berkembang. Budaya Cina saat itu
sangat maju, sementara budaya Islam Arab masih dalam proses pematangan dan
beradaptasi dengan berbagai budaya besar seperti Cina. Dalam Dinasti Tang,
penguasa mengenal Islam dengan nama Dashi fa, yang berarti standar hidup orang
Arab.
Sejarah
terus berlanjut, dan komunitas Islam di Cina pun berkembang seiring dengan
perkembangan masyarakat lokal. Komunitas Muslim sangat penting bagi ekonomi
selama Dinasti Song (960–1279). Dengan memegang pelabuhan-pelabuhan besar,
mereka menguasai perdagangan jalur sutera.
Pada
tahun 1070, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300 orang Muslim
dari Bukhara (sekarang Uzbekistan) ke Cina untuk membangun tembok perbatasan
antara Kerajaan Liao dan wilayah kekuasaan Dinasti Song di sebelah timur laut.
Ini menunjukkan betapa pentingnya keberadaan umat Islam bagi masyarakat Cina.
Kawasan
antara Kaifeng dan Yenchin memiliki penduduk Muslim Bukhara. Pemimpin terkenal
mereka adalah Pangeran Amir Sayyid, yang kemudian dianggap sebagai bapak
komunitas Muslim di Cina. Dalam masyarakat Cina, dia disebut
"So-fei-er". Kemudian, selama Dinasti Yuan (1271-1368), orang Muslim
diintegrasikan ke dalam masyarakat Han. Ada upaya untuk naturalisasi status
komunitas Islam sebagai bagian penting dari masyarakat Cina. Di satu sisi, para
penguasa menggunakan kebijakan itu untuk mendapatkan dukungan politik dari
orang Islam. Sebaliknya, itu memberi orang Islam kesempatan untuk meningkatkan
peran mereka di berbagai aspek kehidupan.
.Ketika
Dinasti Ming menguasai Cina, pengaruh Muslim semakin kuat. Kaisar Yongle
memilih Zheng He, seorang Muslim Cina, untuk memimpin tujuh ekspedisi di
Samudra India dari tahun 1405 hingga 1433. Zheng He lebih dikenal sebagai Cheng
Ho di nusantara. Namanya disebut sebagai salah satu orang yang menyebarkan
Islam di Nusantara dalam sejarah.
Akan tetapi, setelah Dinasti Ming runtuh, kejayaan dan reputasi Islam tidak bertahan lama. Jalinan resiprositas antara Muslim dan Dinasti Qing, yang menggantikan Dinasti Ming, tidak berjalan dengan baik. Kaisar melarang orang Muslim mendirikan tempat-tempat ibadah, menyembelih binatang kurban, dan pergi haji ke Makkah. Namun, jalinan tersebut masih normal hingga saat ini.
Thariq
bin Ziyad berasal dari kabilah Nafzah dan dilahirkan di Kenchela, Aljazair,
pada tahun 50 H atau 670 M. Ia tidak berasal dari Arab, tetapi dari kabilah
Barbar yang tinggal di Maroko. Pada masa kecilnya, dia diajarkan membaca dan
menulis serta menghafal Alquran dan hadis.
Raja
Roderick, seorang raja zalim yang dibenci oleh rakyatnya, memerintah Siberia
sebelum Islam menguasai Andalus. Sebaliknya, keadilan umat Islam populer di
komunitas seberang Selat Gibraltar. Oleh karena itu, umat Islam dengan sengaja
meminta tolong orang-orang Andalusia untuk menculik Roderick dan membebaskan
mereka dari kejahilannya.
Thariq
segera memberi tahu Musa bin Nushair tentang permintaan tersebut dan meminta
izin untuk membawa pasukan menuju Andalus. Setelah Musa memberi tahu Khalifah
al-Walid bin Abdul Malik langsung, dia setuju untuk melanjutkan penaklukkan
Andalus.
Empat
kapal laut yang membawa 500 anggota pasukan terbaik umat Islam berangkat pada
bulan Juli tahun 710 M. Pasukan ini ditugaskan untuk mempelajari medan perang
Andalusia dan tidak terlibat dalam pertempuran dengan orang-orang Eropa.
Setelah yakin bahwa persiapan cukup dan informasi yang tepat telah diterima,
Thariq bin Ziyad membawa serta 7000 pasukan lainnya melintasi lautan menuju
Andalusia.
Roderick
langsung berkonsentrasi pada pasukan kaum muslimin setelah mendengar kaum
muslimin tiba. Dia sedang menghadapi pemberontak kecil di wilayahnya. Ia
kembali ke Toledo, ibu kota Andalusia saat itu, untuk mempersiapkan pasukannya
untuk menghadapi serangan kaum muslimin. Roderick segera berangkat ke Selatan
untuk menyambut pasukan Thariq bin Ziyad dengan 100.000 pasukan yang lengkap
dengan peralatan perang.
Thariq
bin Ziyad segera menghubungi Musa bin Nushair untuk meminta bantuan setelah
mengetahui bahwa Roderick membawa pasukan yang sangat besar. Hanya 5000
prajurit tambahan dikirim.
Dua
pasukan yang tidak seimbang ini akhirnya bertemu di Medina Sidonia pada 28
Ramadhan 92 H, atau 18 Juli 711 M. Selama delapan hari, perang pun berlangsung.
Dalam menghadapi serangan orang-orang Visigoth yang dipimpin oleh Roderick,
kaum muslimin tetap teguh. Mereka tidak lagi takut karena iman mereka dan janji
kemenangan atau syahid di jalan Allah telah memantapkan kaki-kaki mereka. Di
hari kedelapan, orang Islam memenangkan orang Visigoth, dan kekuasaan Roderick
di Andalusia berakhir.
Pasukan
muslim dengan mudah menaklukkan wilayah Andalusia lainnya setelah perang besar
yang dikenal sebagai Perang Sidonia ini. Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair
berhasil membawa pasukannya hingga perbatasan Selatan Andalusia.
Kalangan
"ajam (non-Arab), tidak seperti yang dibayangkan beberapa orang bahwa
Shalahuddin berasal dari suku Kurdi. Ia lahir di Kota Tikrit, Irak, pada tahun
1138 M. Kota ini terletak antara Baghdad dan Mosul. Ia melengkapi daftar ulama
Islam terkemuka yang tidak berasal dari Arab, seperti Imam Bukhari, Imam
Muslim, dan Imam Tirmidzi.
Daulah
Fathimiyah, kerajaan Syiah, menguasai Mesir sebelum kedatangan Shalahuddin
al-Ayyubi. Pada tahun-tahun berikutnya, Dinasti Fathimiyah yang stabil mulai
digoncang oleh pergolakan internal. Mereka yang tinggal di Maroko, Sudan, dan
Turki menginginkan revolusi. Pada saat paman Shalahuddin, Nuruddin Mahmud,
melihat peluang untuk menaklukkan kerajaan Syiah ini. Dia percaya bahwa
menaklukkan Daulah Fathimiyyah akan membuka jalan untuk membebaskan Jerusalem
dari Pasukan Salib.
Persiapan
Shalahuddin untuk menghancurkan Pasukan Salib di Jerusalem sudah hampir
selesai. Ia menggabungkan persiapan materi yang luar biasa dan persiapan iman
non-materi. Dengan membangun madrasah dan menyebarkan dakwah, ia membersihkan
akidah Syiah bathiniyah dari darah kaum muslimin. Selain itu, ia menumbuhkan
persatuan dan kesatuan umat dan meningkatkan kesadaran mereka untuk menghadapi
Pasukan Salib. Dengan kampanyenya ini, ia berhasil menggabungkan orang-orang
dari Syam, Irak, Yaman, Hijaz, dan Maroko ke dalam satu pemerintahan. Sebuah
pasukan yang memiliki prinsip yang sama dan keyakinan yang teguh terbentuk dari
persiapan non-materi ini.
Shalahuddin
meningkatkan kekuatan militer, membangun benteng perbatasan, membangun makas
militer, memperbaiki kapal perang, membangun rumah sakit, dan lainnya.
Pada
tahun 580 H, Shalahuddin menderita penyakit yang parah, tetapi semangatnya
untuk membebaskan Jerusalem tetap kuat. Ia berjanji untuk membersihkan tanah
para nabi dari kesyirikan trinitas dengan menaklukkan Pasukan Salib di
Jerusalem setelah sembuh dari sakitnya.
Selain
itu, Shalahuddin sembuh dari sakitnya berkat karunia Allah. Ia mulai melakukan
apa yang dia janjikan untuk melakukan: membebaskan Jerusalem. Mengambil alih
Jerusalem bukanlah tugas yang mudah; terlebih dahulu, Shalahuddin dan
pengikutnya harus menghadapi Pasukan Salib di Hathin; perang ini dikenal
sebagai Perang Hathin, dan merupakan perang besar yang menjadi titik awal untuk
menaklukkan Jerusalem. Dalam perang tersebut, kaum muslimin, yang terdiri dari
63.000 orang ulama dan orang-orang shaleh, berhasil membunuh 30.000 orang Salib
dan menawan 30.000 lainnya.
Akhirnya,
kaum muslimin tiba di al-Quds, Jerusalem, setelah energi mereka habis di
Hathin. Pasukan besar tentara-tentara Allah ini mengepung kota suci itu. Perang
berlangsung, Pasukan Salib berusaha mempertahankan diri, dan beberapa pemimpin
muslim mati dalam perang, insya Allah. Setelah melihat situasi ini, kaum
muslimin semakin bersemangat untuk menaklukkan Pasukan Salib segera.
Untuk
mencengangkan kaum muslimin, Pasukan Salib menempatkan salib besar di atas
Kubatu Shakhrakh. Untuk menghentikan kecepatan Pasukan Salib, Shalahuddin dan
pengikutnya segera bergerak ke sisi terdekat Kubbatu Shakhrakh. Kaum muslimin
kemudian berhasil menjatuhkan dan membakar salib tersebut. Jundullah kemudian
menghancurkan menara dan benteng al-Quds.
Pasukan
Salib mulai terpojok, terluka, dan meminta perundingan untuk menyerah. “Aku
tidak akan menyisakan seorang pun dari kaum Nasrani, sebagaimana mereka dahulu
tidak menyisakan seorang pun dari umat Islam (ketika menaklukkan Jerusalem)”,
kata Shalahuddin. Namun, Balian bin Bazran, pemimpin Pasukan Salib, mengancam,
"Jika kaum muslimin tidak mau menjamin keamanan kami, maka kami akan bunuh
semua tahanan dari kalangan umat Islam yang jumlahnya hampir 4000 orang, kami
juga akan membunuh anak-anak dan istri-istri kami, menghancurkan
bangunan-bangunan, membakar harta benda, menghancurkan Kubatu Shakhrakh,
membakar apapun yang bisa kami bakar, dan setelah itu kami akan hadapi kalian
sampai darah penghabisan." Satu dari kalian akan dibunuh oleh salah satu
dari kami. Kebaikan apalagi yang diharapkan!Ini adalah bahaya yang dimaksudkan
oleh Pasukan Salib terhadap Shalahuddin dan pengikutnya.
Shalahuddin
wafat, seperti orang-orang sebelumnya, nabi, rasul, ulama, panglima perang, dan
lainnya. Ia meninggal dunia pada usia 55 tahun pada 16 Shafar 589 H, atau 21
Februari 1193, di Kota Damaskus. Ia meninggal setelah menderita demam selama
dua belas hari. Anak-anaknya, Ali, Ghazi, dan Utsman, bersama dengan orang
lain, menyalati jenazahnya. Wahai pahlawan Islam, sang pembebas Jerusalem,
semoga Allah meridhai, merahmati, dan membalas jasa-jasa engkau.
Mehmet
II merencanakan dan mempersiapkan pengepungan Konstantinopel. Setelah itu,
Al-Fatih membangun benteng yang cukup besar di pinggir Bosporus untuk
berhadapan dengan benteng Bayazid sebelumnya. Benteng Bosporus ini disebut
sebagai Benteng Rumli Haisar. Benteng ini digunakan sebagai tempat menyimpan
perlengkapan perang untuk menyerang Konstantinopel.
Setelah
beberapa persiapan, pasukan Utsmani yang dipimpin Al-Fatih memulai pengepungan
selama sembilan bulan. Kota itu diserang oleh Mehmet II pada 2 April 1453.
Menurut
buku Muhammad Syaari Abdul Rahman "Berfikir Gaya Al-Fateh", serangan
Konstantinopel dimulai setelah shalat Jumat pada 6 April 1453, dengan tembakan
meriam raksasa. Meriam ini dibuat oleh Sultan Mehmet II dengan bantuan Urban,
seorang insinyur Hungaria. Meriam, yang memiliki kemampuan untuk menembak
peluru seberat 800 hingga 1.200 pon, akhirnya berhasil menghancurkan pertahanan
yang selama ini sangat tahan terhadap berbagai serangan. selain meriam, Mehmet II juga mengerahkan 140 kapal
perang dan 320 perahu, bersama dengan 150 ribu tentara, termasuk 12 ribu
pasukan khusus Janisari yang dilatih.
Perjuangan untuk menaklukkan ibu kota Byzantium ini tidak mudah. karena kota itu bertahan setelah serangan selama dua pekan. Salah satu alasan kegagalan adalah keterbatasan serangan darat.
Karena itu, dari 21 April hingga 22 April, Mehmet II mengerahkan kapal perangnya untuk diseret melalui Bukit Galata menuju Tanduk Emas, juga dikenal sebagai Tanduk Emas. Untuk menjadi lebih efektif, serangan dilakukan dari laut. Untuk memudahkan kapal menaiki bukit, kayu bulat yang dihaluskan dengan lemak sapi digunakan untuk membuat landasan.
Pada
ekspedisi pembebasan daerah Syam, Abu Ubaidah bin Jarrah adalah Panglima Perang
tertinggi. Ia memimpin penaklukan Masjid Al Aqsha setelah mengalahkan Bizantium
(Romawi Timur) dalam pengepungan enam bulan. Di Syam, penyakit tha'un membunuh
Abu Ubaidah. Sebelum dia meninggal, ia membuat pesan:
Saya
berjanji kepada Anda. Jika Anda menerima dan melaksanakan wasiat ini, Anda
tidak akan menyimpang dari jalan yang benar dan akan selalu berada dalam
keadaan bahagia. Tetaplah melaksanakan shalat, berpuasa pada bulan Ramadhan,
membayar zakat, dan melakukan haji dan umrah. Menasihati pemerintah Anda dan
saling menasihati, dan jangan biarkan mereka tersesat. Selain itu, jangan
tergoda oleh dunia. Kematian seperti yang Anda lihat ini pasti akan terjadi
pada seseorang, bahkan jika dia hidup selama seribu tahun.
Tidak
mungkin bagi seorang Muslim untuk memainkan peran signifikan dalam sejarah
perjuangan Nusantara melawan bangsa penjajah. Ia berperan besar dalam mengusir
Portugis dari pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa dan mengubah nama kota menjadi
Jayakarta, yang berarti kota kemenangan.
Ada
banyak pendapat tentang sejarah Fatahillah. Menurut beberapa orang, ia berasal
dari Pasai, Aceh Utara. Fatahillah akhirnya harus meninggalkan Pasai dan pergi
ke Makkah setelah Portugis menguasai wilayah tersebut. Dia kembali ke Demak, di
tanah Jawa, setelah pergi ke Makkah.
Menurut
beberapa orang, Fatahillah adalah putra raja Makkah (Arab) yang menikah dengan
putri raja Pajajaran. Pendapat serupa menyatakan bahwa Fatahillah dilahirkan
pada tahun 1448 sebagai anak dari pasangan Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda,
seorang pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina, dan Nyai Rara Santang,
putri Raden Manah Rasa, raja Pajajaran.
Meskipun
ada banyak pendapat tentang kemana Fatahillah berasal, dia diperkirakan tiba di
tanah Jawa pada tahun 1525. Selain itu, ia menyadari bahaya kehadiran Portugis,
yang telah dibantu oleh Kerajaan Pajajaran melalui perjanjian Padrao pada tahun
1522.
Ada
banyak catatan sejarah yang menunjukkan bahwa raja Sunda menyambut bangsa
Portugis dengan hangat. Prabu Surawisesa, yang disebut oleh orang Portugis
sebagai "Raja Samio", mengambil alih tahta ayahnya.
Raja
Sunda dan raja Portugis melakukan persahabatan dan memilih untuk menempatkan
kapal mereka di mulut Ciliwung. Raja Sunda juga berjanji akan memberikan seribu
karung lada kepada Portugis jika pembangunan benteng dimulai.
Dengan
kata lain, Kerajaan Pajajaran memang memiliki wilayah Sunda Kelapa, dan mereka
bermaksud mengundang Portugis untuk menjaga eksistensinya karena mereka tidak
senang dengan masuknya Islam di Pulau Jawa. Fatahillah, sebaliknya, menganggap
kehadiran Portugis di Sunda Kelapa sebagai ancaman bagi seluruh kerajaan
Nusantara, terutama pulau Jawa.
karena
itu Fatahillah menggerakkan armada perangnya untuk merebut Sunda Kelapa.
Fatahillah berangkat dengan armada perang Demak ke Kesultanan Cirebon sebelum
menuju Sunda Kelapa untuk menggabungkan kekuatan (aspek maritim). Kemudian
kapal Fatahillah menuju Banten, yang memang bergolak melawan Pajajaran.
Join the conversation