10 Jendral berpengaruh muslim dari zaman Rasulullah hingga sekarang




    

Usamah bin zaid ( Panlima muslim termuda sekaligus terakir Rasulallah)

 Sejarah beberapa panglima perang terhebat. Itu termasuk Usamah bin Zaid. Rasulullah menunjuk Usamah sebagai panglima Islam termuda. Pada usia 18 tahun, ia memulai perang. Ketika Rasulullah SAW sakit, musuh sengaja memanfaatkan situasi. Dengan menimbulkan ketidakpastian di perbatasan Syam, mereka mengancam kekuatan Islam. Bahkan seseorang yang mengaku nabi muncul dari arah Yaman.

Di tengah keadaan kesehatannya yang buruk, Rasulullah terus memerintahkan perang di perbatasan Syam. Selain itu, dia menulis perintah untuk membunuh nabi palsu. Usamah ditunjuk oleh Rasulullah untuk memimpin perang di perbatasan Syam. Ia membawahi Umar bin Khattab dan orang lain.

Beberapa teman mempertanyakan keputusan tersebut karena ada banyak sahabat senior dalam pasukan, termasuk Sa'ad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid, dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Dipercaya bahwa mereka lebih cocok untuk memimpin pasukan. Setelah mendengar berbagai kata-kata yang tampaknya menyepelekan Usamah,

Usamah pertama kali menemui Rasulullah yang masih sakit sebelum berangkat ke medan perang. Ketika panglima termuda mencium wajah Rasul, Rasul hanya mengucapkan doa dan mengusap kepala Usamah.

Pasukan belum bergerak jauh. Usamah menghentikan perjalanan pasukannya ketika mendengar berita bahwa Rasulullah wafat. Dia kemudian bergegas ke rumah Sang Nabi bersama Umar dan Abu Ubaidah. Dalam keadaan sedih, kaum Muslimin mencapai kesepakatan untuk mengangkat Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai Khalifah untuk menggantikan Rasulullah. Sesuai perintah Rasulullah, Abu Bakar kemudian menyuruh Usamah kembali memimpin pasukan.

Usamah cepat meninggalkan Madinah menuju perbatasan Syam bersama pasukannya. Mereka tiba di Wadilqura setelah melewati beberapa wilayah yang masih memeluk Islam. Pasukan Usamah dapat mengalahkan musuh dengan strategi perang yang canggih.

Setelah empat puluh hari, mereka kembali ke Madinah dengan sejumlah harta rampasan perang dan tanpa korban. Putra Ummu Aiman sejak itu dihormati oleh para sahabatnya. Waktu telah berlalu. Pada tahun 53 Hijriyah atau 673 Masehi, Usamah pun meninggal dunia. Dia sudah berkomitmen untuk membela agama Allah selama hidupnya.


Khalid bin Walid ( Sang pedang Allah)

Sahabat ini bernama lengkap Khalid binWalid bin Mughirah bin Abdullah bin Umar Bin Makzum. Dia biasanya disebut Khalid bin Walid yang disebut "Saifullah" atau "pedang Allah yang terhunus." Dia adalah panglima perang yang paling ditakuti dan terkenal di medan perang di bawah pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Dia adalah salah satu panglima perang terpenting yang tidak terkalahkan sepanjang kariernya, terkenal sebagai panglima tertinggi untuk Nabi Muhammad dan penerus-penerusnya. Di bawah komando militernya, Arabia membentuk Kekhalifahan, yang merupakan entitas politik pertama dalam sejarah.

Dia memimpin pasukan muslim baru dan menang dalam lebih dari 100 pertempuran, termasuk melawan Kekaisaran Byzantium, Kekaisaran Sassanid, dan sekutu-sekutu mereka, serta suku-suku Arab yang tidak berada di bawah kekuasaan Khalifah. Dia mencapai penaklukan Arab, Persia, Mesopotamia, dan Suriah Romawi dalam waktu empat tahun (632–636). Dia terkenal dengan kemenangan telak dalam Pertempuran Yamama, Ullais, dan Firaz, serta kesuksesan taktis dalam Pertempuran Walaja dan Yarmuk.


Saad bin Waqos

Saad berpartisipasi dalam Pertempuran Badar bersama saudaranya Umair bin Abi Waqqas, yang kemudian syahid bersama tiga belas pejuang Muslim lainnya. Sa'ad terpilih menjadi salah satu pemanah terbaik Islam pada Pertempuran Uhud bersama Zaid. Setelah beberapa pejuang Muslim meninggalkan posisi mereka, Saad berjuang dengan gigih untuk mempertahankan Rasulullah SAW. Selain itu, Sa'ad menjadi sahabat dan pejuang Islam pertama yang menggunakan panah untuk mempertahankan agama Islam.

Saat Sa'ad bin Abi Waqqas memimpin pasukan Islam melawan tentara Persia di Qadissyah, kepahlawanannya dicatat dengan emas. Sebelum peperangan, Sa'ad mengirim surat kepada kaisar Persia Yazdagird dan Rustum dengan undangan untuk masuk Islam atas perintah khalifah Umar bin Khattab. An-Numan bin Muqarrin, delegasi Muslim pertama yang berangkat, kemudian mendapat penghinaan dan menjadi objek ejekan Yazdagird.

Sa'ad mengirim delegasi yang dipimpin Rubiy bin Aamir untuk mengirim surat kepada Rustum. Rustum memberikan Rubiy semua kemewahan dunia. Namun, ia tetap setia pada agama Islam dan menyatakan bahwa Allah SWT menjanjikan surga, yang merupakan kemewahan yang lebih besar. Setelah kedua pemimpin menolak tawaran masuk Islam, delegasi Muslim kembali. Sa'ad menangis saat melihatnya karena ia dipaksa untuk berperang, mengorbankan nyawa orang Muslim dan non-Muslim.

Pada tahun 651 M, atau dua puluh tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, sebuah delegasi Muslim dipimpin oleh Sa'ad bin Abi Waqqas memasuki negeri Cina untuk mendakwahkan agama Islam. Khalifah Usman bin Affan mengirimkan delegasi tersebut untuk mendakwahkan Islam ke negeri Tirai Bambu itu.

Dinasti Tang menguasai Cina pada saat itu. Gaozong adalah nama kaisar. Ia memungkinkan delegasi Muslim untuk memperkenalkan risalah Nabi Muhammad SAW kepada orang Cina dan menyambut mereka dengan hangat.

Ini adalah tempat di mana dua budaya bertemu dan berkembang. Budaya Cina saat itu sangat maju, sementara budaya Islam Arab masih dalam proses pematangan dan beradaptasi dengan berbagai budaya besar seperti Cina. Dalam Dinasti Tang, penguasa mengenal Islam dengan nama Dashi fa, yang berarti standar hidup orang Arab.

Sejarah terus berlanjut, dan komunitas Islam di Cina pun berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat lokal. Komunitas Muslim sangat penting bagi ekonomi selama Dinasti Song (960–1279). Dengan memegang pelabuhan-pelabuhan besar, mereka menguasai perdagangan jalur sutera.

Pada tahun 1070, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300 orang Muslim dari Bukhara (sekarang Uzbekistan) ke Cina untuk membangun tembok perbatasan antara Kerajaan Liao dan wilayah kekuasaan Dinasti Song di sebelah timur laut. Ini menunjukkan betapa pentingnya keberadaan umat Islam bagi masyarakat Cina.

Kawasan antara Kaifeng dan Yenchin memiliki penduduk Muslim Bukhara. Pemimpin terkenal mereka adalah Pangeran Amir Sayyid, yang kemudian dianggap sebagai bapak komunitas Muslim di Cina. Dalam masyarakat Cina, dia disebut "So-fei-er". Kemudian, selama Dinasti Yuan (1271-1368), orang Muslim diintegrasikan ke dalam masyarakat Han. Ada upaya untuk naturalisasi status komunitas Islam sebagai bagian penting dari masyarakat Cina. Di satu sisi, para penguasa menggunakan kebijakan itu untuk mendapatkan dukungan politik dari orang Islam. Sebaliknya, itu memberi orang Islam kesempatan untuk meningkatkan peran mereka di berbagai aspek kehidupan.

.Ketika Dinasti Ming menguasai Cina, pengaruh Muslim semakin kuat. Kaisar Yongle memilih Zheng He, seorang Muslim Cina, untuk memimpin tujuh ekspedisi di Samudra India dari tahun 1405 hingga 1433. Zheng He lebih dikenal sebagai Cheng Ho di nusantara. Namanya disebut sebagai salah satu orang yang menyebarkan Islam di Nusantara dalam sejarah.

 Akan tetapi, setelah Dinasti Ming runtuh, kejayaan dan reputasi Islam tidak bertahan lama. Jalinan resiprositas antara Muslim dan Dinasti Qing, yang menggantikan Dinasti Ming, tidak berjalan dengan baik. Kaisar melarang orang Muslim mendirikan tempat-tempat ibadah, menyembelih binatang kurban, dan pergi haji ke Makkah. Namun, jalinan tersebut masih normal hingga saat ini.

Thariq bin Ziyad ( Penakhluk spanyol)

Thariq bin Ziyad berasal dari kabilah Nafzah dan dilahirkan di Kenchela, Aljazair, pada tahun 50 H atau 670 M. Ia tidak berasal dari Arab, tetapi dari kabilah Barbar yang tinggal di Maroko. Pada masa kecilnya, dia diajarkan membaca dan menulis serta menghafal Alquran dan hadis.

Raja Roderick, seorang raja zalim yang dibenci oleh rakyatnya, memerintah Siberia sebelum Islam menguasai Andalus. Sebaliknya, keadilan umat Islam populer di komunitas seberang Selat Gibraltar. Oleh karena itu, umat Islam dengan sengaja meminta tolong orang-orang Andalusia untuk menculik Roderick dan membebaskan mereka dari kejahilannya.

Thariq segera memberi tahu Musa bin Nushair tentang permintaan tersebut dan meminta izin untuk membawa pasukan menuju Andalus. Setelah Musa memberi tahu Khalifah al-Walid bin Abdul Malik langsung, dia setuju untuk melanjutkan penaklukkan Andalus.

Empat kapal laut yang membawa 500 anggota pasukan terbaik umat Islam berangkat pada bulan Juli tahun 710 M. Pasukan ini ditugaskan untuk mempelajari medan perang Andalusia dan tidak terlibat dalam pertempuran dengan orang-orang Eropa. Setelah yakin bahwa persiapan cukup dan informasi yang tepat telah diterima, Thariq bin Ziyad membawa serta 7000 pasukan lainnya melintasi lautan menuju Andalusia.

Roderick langsung berkonsentrasi pada pasukan kaum muslimin setelah mendengar kaum muslimin tiba. Dia sedang menghadapi pemberontak kecil di wilayahnya. Ia kembali ke Toledo, ibu kota Andalusia saat itu, untuk mempersiapkan pasukannya untuk menghadapi serangan kaum muslimin. Roderick segera berangkat ke Selatan untuk menyambut pasukan Thariq bin Ziyad dengan 100.000 pasukan yang lengkap dengan peralatan perang.

Thariq bin Ziyad segera menghubungi Musa bin Nushair untuk meminta bantuan setelah mengetahui bahwa Roderick membawa pasukan yang sangat besar. Hanya 5000 prajurit tambahan dikirim.

Dua pasukan yang tidak seimbang ini akhirnya bertemu di Medina Sidonia pada 28 Ramadhan 92 H, atau 18 Juli 711 M. Selama delapan hari, perang pun berlangsung. Dalam menghadapi serangan orang-orang Visigoth yang dipimpin oleh Roderick, kaum muslimin tetap teguh. Mereka tidak lagi takut karena iman mereka dan janji kemenangan atau syahid di jalan Allah telah memantapkan kaki-kaki mereka. Di hari kedelapan, orang Islam memenangkan orang Visigoth, dan kekuasaan Roderick di Andalusia berakhir.

Pasukan muslim dengan mudah menaklukkan wilayah Andalusia lainnya setelah perang besar yang dikenal sebagai Perang Sidonia ini. Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair berhasil membawa pasukannya hingga perbatasan Selatan Andalusia.

Salahudin al Ayyubi (Pelindung dari kaum salib)

Kalangan "ajam (non-Arab), tidak seperti yang dibayangkan beberapa orang bahwa Shalahuddin berasal dari suku Kurdi. Ia lahir di Kota Tikrit, Irak, pada tahun 1138 M. Kota ini terletak antara Baghdad dan Mosul. Ia melengkapi daftar ulama Islam terkemuka yang tidak berasal dari Arab, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Tirmidzi.

Daulah Fathimiyah, kerajaan Syiah, menguasai Mesir sebelum kedatangan Shalahuddin al-Ayyubi. Pada tahun-tahun berikutnya, Dinasti Fathimiyah yang stabil mulai digoncang oleh pergolakan internal. Mereka yang tinggal di Maroko, Sudan, dan Turki menginginkan revolusi. Pada saat paman Shalahuddin, Nuruddin Mahmud, melihat peluang untuk menaklukkan kerajaan Syiah ini. Dia percaya bahwa menaklukkan Daulah Fathimiyyah akan membuka jalan untuk membebaskan Jerusalem dari Pasukan Salib. 

Persiapan Shalahuddin untuk menghancurkan Pasukan Salib di Jerusalem sudah hampir selesai. Ia menggabungkan persiapan materi yang luar biasa dan persiapan iman non-materi. Dengan membangun madrasah dan menyebarkan dakwah, ia membersihkan akidah Syiah bathiniyah dari darah kaum muslimin. Selain itu, ia menumbuhkan persatuan dan kesatuan umat dan meningkatkan kesadaran mereka untuk menghadapi Pasukan Salib. Dengan kampanyenya ini, ia berhasil menggabungkan orang-orang dari Syam, Irak, Yaman, Hijaz, dan Maroko ke dalam satu pemerintahan. Sebuah pasukan yang memiliki prinsip yang sama dan keyakinan yang teguh terbentuk dari persiapan non-materi ini.

Shalahuddin meningkatkan kekuatan militer, membangun benteng perbatasan, membangun makas militer, memperbaiki kapal perang, membangun rumah sakit, dan lainnya.

Pada tahun 580 H, Shalahuddin menderita penyakit yang parah, tetapi semangatnya untuk membebaskan Jerusalem tetap kuat. Ia berjanji untuk membersihkan tanah para nabi dari kesyirikan trinitas dengan menaklukkan Pasukan Salib di Jerusalem setelah sembuh dari sakitnya.

Selain itu, Shalahuddin sembuh dari sakitnya berkat karunia Allah. Ia mulai melakukan apa yang dia janjikan untuk melakukan: membebaskan Jerusalem. Mengambil alih Jerusalem bukanlah tugas yang mudah; terlebih dahulu, Shalahuddin dan pengikutnya harus menghadapi Pasukan Salib di Hathin; perang ini dikenal sebagai Perang Hathin, dan merupakan perang besar yang menjadi titik awal untuk menaklukkan Jerusalem. Dalam perang tersebut, kaum muslimin, yang terdiri dari 63.000 orang ulama dan orang-orang shaleh, berhasil membunuh 30.000 orang Salib dan menawan 30.000 lainnya.

Akhirnya, kaum muslimin tiba di al-Quds, Jerusalem, setelah energi mereka habis di Hathin. Pasukan besar tentara-tentara Allah ini mengepung kota suci itu. Perang berlangsung, Pasukan Salib berusaha mempertahankan diri, dan beberapa pemimpin muslim mati dalam perang, insya Allah. Setelah melihat situasi ini, kaum muslimin semakin bersemangat untuk menaklukkan Pasukan Salib segera.

Untuk mencengangkan kaum muslimin, Pasukan Salib menempatkan salib besar di atas Kubatu Shakhrakh. Untuk menghentikan kecepatan Pasukan Salib, Shalahuddin dan pengikutnya segera bergerak ke sisi terdekat Kubbatu Shakhrakh. Kaum muslimin kemudian berhasil menjatuhkan dan membakar salib tersebut. Jundullah kemudian menghancurkan menara dan benteng al-Quds.

Pasukan Salib mulai terpojok, terluka, dan meminta perundingan untuk menyerah. “Aku tidak akan menyisakan seorang pun dari kaum Nasrani, sebagaimana mereka dahulu tidak menyisakan seorang pun dari umat Islam (ketika menaklukkan Jerusalem)”, kata Shalahuddin. Namun, Balian bin Bazran, pemimpin Pasukan Salib, mengancam, "Jika kaum muslimin tidak mau menjamin keamanan kami, maka kami akan bunuh semua tahanan dari kalangan umat Islam yang jumlahnya hampir 4000 orang, kami juga akan membunuh anak-anak dan istri-istri kami, menghancurkan bangunan-bangunan, membakar harta benda, menghancurkan Kubatu Shakhrakh, membakar apapun yang bisa kami bakar, dan setelah itu kami akan hadapi kalian sampai darah penghabisan." Satu dari kalian akan dibunuh oleh salah satu dari kami. Kebaikan apalagi yang diharapkan!Ini adalah bahaya yang dimaksudkan oleh Pasukan Salib terhadap Shalahuddin dan pengikutnya.

Shalahuddin wafat, seperti orang-orang sebelumnya, nabi, rasul, ulama, panglima perang, dan lainnya. Ia meninggal dunia pada usia 55 tahun pada 16 Shafar 589 H, atau 21 Februari 1193, di Kota Damaskus. Ia meninggal setelah menderita demam selama dua belas hari. Anak-anaknya, Ali, Ghazi, dan Utsman, bersama dengan orang lain, menyalati jenazahnya. Wahai pahlawan Islam, sang pembebas Jerusalem, semoga Allah meridhai, merahmati, dan membalas jasa-jasa engkau.

Muhammad al fatih (Penakhluk Konstatinopel)

Mehmet II merencanakan dan mempersiapkan pengepungan Konstantinopel. Setelah itu, Al-Fatih membangun benteng yang cukup besar di pinggir Bosporus untuk berhadapan dengan benteng Bayazid sebelumnya. Benteng Bosporus ini disebut sebagai Benteng Rumli Haisar. Benteng ini digunakan sebagai tempat menyimpan perlengkapan perang untuk menyerang Konstantinopel.

Setelah beberapa persiapan, pasukan Utsmani yang dipimpin Al-Fatih memulai pengepungan selama sembilan bulan. Kota itu diserang oleh Mehmet II pada 2 April 1453.

Menurut buku Muhammad Syaari Abdul Rahman "Berfikir Gaya Al-Fateh", serangan Konstantinopel dimulai setelah shalat Jumat pada 6 April 1453, dengan tembakan meriam raksasa. Meriam ini dibuat oleh Sultan Mehmet II dengan bantuan Urban, seorang insinyur Hungaria. Meriam, yang memiliki kemampuan untuk menembak peluru seberat 800 hingga 1.200 pon, akhirnya berhasil menghancurkan pertahanan yang selama ini sangat tahan terhadap berbagai serangan. selain meriam, Mehmet II juga mengerahkan 140 kapal perang dan 320 perahu, bersama dengan 150 ribu tentara, termasuk 12 ribu pasukan khusus Janisari yang dilatih.

Perjuangan untuk menaklukkan ibu kota Byzantium ini tidak mudah. karena kota itu bertahan setelah serangan selama dua pekan. Salah satu alasan kegagalan adalah keterbatasan serangan darat.      

Karena itu, dari 21 April hingga 22 April, Mehmet II mengerahkan kapal perangnya untuk diseret melalui Bukit Galata menuju Tanduk Emas, juga dikenal sebagai Tanduk Emas. Untuk menjadi lebih efektif, serangan dilakukan dari laut. Untuk memudahkan kapal menaiki bukit, kayu bulat yang dihaluskan dengan lemak sapi digunakan untuk membuat landasan.

Abu Ubaidah Ibnu Al-Jarrah (Panglima besar umat Islam)

          Beliaulah Abu Ubaidah bin Jarrah, salah satu dari sepuluh sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang dijanjikan akan masuk surga. Abu Ubaidah bin Jarrah digambarkan sebagai orang yang kuat, setia, dan amanah di antara orang-orang di masyarakat ini (amiin hadziihil ummah). Ketika Perang Badar, dia dikejar-kejar oleh ayahnya sendiri, yang pada saat itu masih Muslim, karena dia merangsek masuk ke dalam pasukan Kaum Musyrikin. Kemudian, Abu Ubaidah bin Jarrah membunuh ayahnya sendiri dan menjadi seorang mu'min.

Pada ekspedisi pembebasan daerah Syam, Abu Ubaidah bin Jarrah adalah Panglima Perang tertinggi. Ia memimpin penaklukan Masjid Al Aqsha setelah mengalahkan Bizantium (Romawi Timur) dalam pengepungan enam bulan. Di Syam, penyakit tha'un membunuh Abu Ubaidah. Sebelum dia meninggal, ia membuat pesan:

Saya berjanji kepada Anda. Jika Anda menerima dan melaksanakan wasiat ini, Anda tidak akan menyimpang dari jalan yang benar dan akan selalu berada dalam keadaan bahagia. Tetaplah melaksanakan shalat, berpuasa pada bulan Ramadhan, membayar zakat, dan melakukan haji dan umrah. Menasihati pemerintah Anda dan saling menasihati, dan jangan biarkan mereka tersesat. Selain itu, jangan tergoda oleh dunia. Kematian seperti yang Anda lihat ini pasti akan terjadi pada seseorang, bahkan jika dia hidup selama seribu tahun.

Fatahhilah (Penakhluk Sunda Kelapa)

Tidak mungkin bagi seorang Muslim untuk memainkan peran signifikan dalam sejarah perjuangan Nusantara melawan bangsa penjajah. Ia berperan besar dalam mengusir Portugis dari pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa dan mengubah nama kota menjadi Jayakarta, yang berarti kota kemenangan.      

Ada banyak pendapat tentang sejarah Fatahillah. Menurut beberapa orang, ia berasal dari Pasai, Aceh Utara. Fatahillah akhirnya harus meninggalkan Pasai dan pergi ke Makkah setelah Portugis menguasai wilayah tersebut. Dia kembali ke Demak, di tanah Jawa, setelah pergi ke Makkah.          

Menurut beberapa orang, Fatahillah adalah putra raja Makkah (Arab) yang menikah dengan putri raja Pajajaran. Pendapat serupa menyatakan bahwa Fatahillah dilahirkan pada tahun 1448 sebagai anak dari pasangan Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, seorang pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina, dan Nyai Rara Santang, putri Raden Manah Rasa, raja Pajajaran.

Meskipun ada banyak pendapat tentang kemana Fatahillah berasal, dia diperkirakan tiba di tanah Jawa pada tahun 1525. Selain itu, ia menyadari bahaya kehadiran Portugis, yang telah dibantu oleh Kerajaan Pajajaran melalui perjanjian Padrao pada tahun 1522.    

Ada banyak catatan sejarah yang menunjukkan bahwa raja Sunda menyambut bangsa Portugis dengan hangat. Prabu Surawisesa, yang disebut oleh orang Portugis sebagai "Raja Samio", mengambil alih tahta ayahnya.

Raja Sunda dan raja Portugis melakukan persahabatan dan memilih untuk menempatkan kapal mereka di mulut Ciliwung. Raja Sunda juga berjanji akan memberikan seribu karung lada kepada Portugis jika pembangunan benteng dimulai.           

Dengan kata lain, Kerajaan Pajajaran memang memiliki wilayah Sunda Kelapa, dan mereka bermaksud mengundang Portugis untuk menjaga eksistensinya karena mereka tidak senang dengan masuknya Islam di Pulau Jawa. Fatahillah, sebaliknya, menganggap kehadiran Portugis di Sunda Kelapa sebagai ancaman bagi seluruh kerajaan Nusantara, terutama pulau Jawa.

karena itu Fatahillah menggerakkan armada perangnya untuk merebut Sunda Kelapa. Fatahillah berangkat dengan armada perang Demak ke Kesultanan Cirebon sebelum menuju Sunda Kelapa untuk menggabungkan kekuatan (aspek maritim). Kemudian kapal Fatahillah menuju Banten, yang memang bergolak melawan Pajajaran.     

Dengan kehilangan Banten dan sebagian besar pemberontak Pajajaran, kekuatan api armada