Sunda Land “Ibukota Atlantis Zaman Dahulu”
Keberadaan peradaban di Sundaland, dikemukakan
Profesor Arysio Santos dari Brasil, melalui bukunya Atlantis, The Lost
Continent Finally Found, The Definitive Localization of Plato’s Lost
Civilization (2005). Di dalam bukunya itu, Profesor Santos menyatakan,
Sundaland adalah ibu kota benua Atlantis, yang disebut-sebut Plato di dalam
tulisannya Timeus dan Critias.
Sebelumnya pada tahun 1998, Oppenheimer menerbitkan
buku berjudul,”Eden in the East : The Drowned Continent of Southeast Asia”.
Secara singkat, buku ini mengajukan tesis bahwa Sundaland pernah menjadi suatu
kawasan berbudaya tinggi, tetapi kemudian tenggelam, dan para penghuninya
mengungsi ke mana-mana (out of Sundaland), yang pada akhirnya menurunkan
ras-ras baru di bumi.
Atlanris menurut PROF. SANTOS |
Hipotesis ini ia bangun berdasarkan penelitian atas
geologi, arkeologi, genetika, linguistk, dan folklore atau mitologi.
Berdasarkan geologi, Oppenheimer mencatat bahwa telah terjadi kenaikan
permukaan laut dengan menyurutnya Zaman Es terakhir. Laut naik setinggi 500
kaki pada periode 14.000 – 7.000 tahun yang lalu dan telah menenggelamkan
Sundaland. Arkeologi membuktikan bahwa Sundaland mempunyai kebudayaan yang
tinggi sebelum banjir terjadi. Kenaikan permukaan laut ini telah menyebabkan
manusia penghuni Sundaland menyebar ke mana-mana mencari daerah yang tinggi.
Dukungan bagi hipotesis Oppenheimer (1998), datang
dari sekelompok peneliti arkeogenetika yang sebagian merupakan rekan sejawat
Oppenheimer. Kelompok peneliti dari University of Oxford dan University of
Leeds ini mengumumkan hasil peneltiannya, melalui jurnal berjudul “Molecular
Biology and Evolution” edisi Maret dan Mei 2008, yakni pada makalah
berjudul “Climate Change and Postglacial Human Dispersals in Southeast Asia”
(Soares et al., 2008) dan “New DNA Evidence Overturns Population Migration
Theory in Island Southeast Asia” (Richards et al., 2008).
Richards et al. (2008) berdasarkan penelitian DNA
menantang teori konvensional saat ini bahwa penduduk Asia Tenggara (Filipina,
Indonesia, dan Malaysia) datang dari Taiwan 4000 (Neolithikum) tahun yang lalu.
Tim peneliti menunjukkan justru yang terjadi adalah sebaliknya, bahwa penduduk
Taiwan berasal dari penduduk Sundaland, yang bermigrasi akibat Banjir Besar di
Sundaland.
Ciri
garis-garis DNA menunjukkan penyebaran populasi pada saat yang bersamaan dengan
naiknya permukaan laut di wilayah ini, dan juga menunjukkan migrasi ke Taiwan,
ke timur (New Guinea dan Pasifik), dan ke barat (daratan utama Asia Tenggara),
terjadi dalam masa sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Sementara itu Soares et al. (2008) menunjukkan bahwa
haplogroup E (Note: mungkin yang dimaksud haplogroup O), yang merupakan
komponen penting dalam keanekaragaman mtDNA (DNA mitokondria), secara dramatik
tiba-tiba menyebar ke seluruh pulau-pulau Asia Tenggara pada periode sekitar
awal Holosen, pada saat yang bersamaan dengan tenggelamnya Sundaland menjadi
laut-laut Jawa, Malaka, dan sekitarnya.
Lalu komponen ini mencapai Taiwan dan Oseania, pada sekitar 8.000 tahun
yang lalu. Ini membuktikan bahwa global warming dan sea-level rises
pada ujung Zaman Es 14.000–7.000 tahun yang lalu, sebagai penggerak utama human
diversity di wilayah ini
Join the conversation