Menerusuri di balik nama Gajah Mada atau Gaj Ahmada
![]() |
Ilustrasi Gajah Mada |
Sejarah Nusantara bukan tujuan dari tulisan ini. Para sejarawan dan
budayawan Indonesia yang terkenal berkontribusi pada tulisan ini. Saya juga
senang melihat semangat orang-orang untuk menggali sejarah dengan cara yang
sama seperti menyantap makanan lezat. Tapi orang yang berbicara tentang ilmu,
termasuk sejarah, tidak suka membuli orang. Apalagi jika yang dilecehkan hanya
orang biasa. karena orang biasa, bukan ahli atau tokoh, mendapatkan informasi
dari mereka. hanya periwayat yang mungkin tidak kredibel.
Ayo buli Gus Dur, yang pernah menulis bahwa Raden Wijaya, pendiri
Majapahit, mungkin seorang muslim. Menurut tulisan Gus Dur yang diterbitkan
dalam buku Membaca Sejarah Nusantara: 25 Kolom Sejarah Gus Dur (2010), ada
kemungkinan bahwa kata tarekat, atau thoriqot, adalah asal dari nama Desa
Tarik, tempat Majapahit didirikan. Selain itu, silahkan buli Emha Ainun Nadjib,
yang "sembarangan" menyatakan di depan jamaah Maiyah bahwa Gajah Mada
adalah muslim.
Tidak seorang pun dari kita, termasuk Anda, Gus Dur, Cak Nun, dan
para ahli sejarah, dapat mengatakan dengan pasti apa yang terjadi ratusan atau
ribuan tahun yang lalu. Sumber sejarah seperti kitab kuno, prasasti, manuskrip,
atau tutur tinular, yang kadang-kadang dibumbui dengan kisah nyata dan mitos,
adalah satu-satunya cara untuk memahami kehidupan di masa lalu. Oleh karena
itu, tetap berpegang pada gagasan bahwa "Kesimpulan sejarah itu belumlah
final" karena fakta bahwa fakta sejarah yang kita percaya saat ini mungkin
tidak selalu benar. Oleh karena itu, jika ada teori baru yang muncul, jangan
terlalu cepat menganggapnya sebagai "pengaburan sejarah".
Falsifikasi adalah prinsip yang digunakan dalam filsafat ilmu untuk
membantu pengembangan ilmu. "Jika kamu mencari kebenaran, anggaplah
buku-bukumu adalah musuhmu!" adalah prinsip yang dipegang oleh seorang
ilmuwan Islam di masa kekhalifahan Abasyiah.
Artinya, jangan percaya buku atau karya apapun yang Anda baca
sepenuhnya! Jika Anda tidak dapat mendapatkan sumber kebenaran lainnya yang
dapat menaklukkan versi yang benar dari isi buku Anda, maka kamu mungkin
barulah percaya isi buku itu. Namun, tetaplah skeptis dan terus mencari
kebenaran yang paling dekat dengan kebenarannya yang sebenarnya.
Saya mencontohkan bahwa, karena sumber yang berbeda, sejarah juga
tidak jelas. Kitab Nagarakertagama mengatakan bahwa ayah pendiri Majapahit
adalah Dyah Lembu Tal. Namun, kitab Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara
mengatakan bahwa ayah Dyah Wijaya adalah Rakyan Jayadarma, yang adalah anak
dari Prabu Darmasiksa, raja Kerajaan Galuh. Bahkan dalam Babad Tanah Jawi
dikatakan bahwa pendiri Majapahit adalah Jaka Sesuruh, anak dari Prabu Sri
Pamekas, raja Kerajaan Pajajaran. Jaka Sesuruh melarikan diri dari peperangan
dengan Ciyung Wanara, di mana Ciyung Wanara membunuh raja Pajajaran. Nama lain
untuk Ciyung Wanara adalah Arya Banyak Wide. Sumber lain menyatakan bahwa Arya
Banyak Wide adalah Arya Wiraraja, Adipati Songenep (Sumenep), tetapi beberapa
sumber tidak menyebutnya sebagai Ciyung Wanara. Sejarahwan Madura mengatakan
bahwa Arya Wiraraja, atau Banyak Wide, adalah orang yang lahir di Desa Karang
Nangkan di Sumenep. Namun, sejarahwan Lumajang mengatakan bahwa Arya Wiraraja
adalah orang yang lahir di Dusun Nangkan, Desa Ranu Pakis, Klakah, Lumajang.
Kedua sumber tersebut mungkin berasal dari kitab Pararaton, yang menyatakan
bahwa Arya Wiraraja lahir di Nangka. Namun, Pararaton tidak menjelaskan di mana
Nangka berada. Namun, Babad Manik Angkeran menyatakan bahwa Arya Wiraraja lahir
di Desa Besakih, Karangasem, Bali.
Jika Anda belajar tentang sejarah Majapahit dari berbagai sumber,
seperti Babad Tanah Jawi, kitab Pararaton, Serat Kanda, dan Nagarakertagama,
akan ada berbagai versi yang berbeda. Versi-versi ini mencakup nama-nama dan
urutan raja-raja dan patih Majapahit.
Sebagai orang yang tidak menyaksikan langsung peristiwa sejarah
ratusan tahun yang lalu, lantas saya memilih versi mana dari banyak sumber yang
berbeda?
Dalam ilmu hadits, istilah "penelusuran periwayatan"
mengacu pada penelusuran tentang siapa orang-orang yang meriwayatkan hadits
itu. Orang-orang ini diperiksa dari segi akhlak, pengetahuan, dan kemampuan
menghafal mereka, sehingga dapat diputuskan apakah hadits itu asli, meragukan,
atau palsu.
Namun, seperti dalam ilmu hadits, ilmu sejarah tidak melacak para
perawinya. Akibatnya, sulit untuk menentukan mana yang lebih akurat dari semua
sumber sejarah. Misalnya, meskipun sumbernya adalah prasasti, kita tidak dapat
memastikan siapa penulisnya karena kita tidak tahu siapa orangnya.
Oleh karena itu, dalam ilmu sejarah ada teori bahwa "sejarah
ditulis oleh para pemenang", yang berarti pemenang adalah mereka yang
memiliki kekuasaan. Namun, ketika pihak yang berkuasa itu adalah musuh dari
penguasa lama yang akhirnya dikalahkan, penguasa baru akan memerintahkan agar
sejarah ditulis sesuai dengan kehendaknya. Sebenarnya, terkadang sejarah
ditulis karena alasan politik; bahkan para ilmuwan mungkin juga menulis sejarah
karena alasan dasar.
Untuk kembali ke prinsip orang mencari ilmu (kebenaran) sejarah,
mereka bertanya, "Memang siapa saya ini kok bisa memastikan siapa Gajah
Mada?" Bisakah saya memastikan siapa saya ini? Wong, saya hanya menerima
informasi, katanya....
Join the conversation