Nusantara penguasa 2/3 bumi (Catatan Nusantara)

Untuk yang berkaitan dengan sejarah Nusantara, kami menemukan bahwa: Sejarah Nusantara tidak terdiri dari kumpulan informasi sejarah yang ditemukan dalam literatur sejarah saat ini atau dalam buku pelajaran sejarah sekolah yang resmi.

“Bahkan lebih dari itu, kami menemukan bukti tentang kebesaran leluhur Nusantara yang disekitar 10.000 tahun sebelum masehi sudah menguasai Dua Per-Tiga Bumi”. Informasi yang kami kumpulkan dapat ditemukan di beberapa relief dan prasasti yang mudah dilihat dan dipahami oleh semua orang.

Kami juga berhasil memetakan dan mencatat lebih dari dua puluh jenis aksara purba asli Nusantara yang dapat digunakan untuk membaca prasasti dan rontal kuno. Dalam hal pencitraan sejarah sebagai mitos, kami juga menemukan bukti bahwa beberapa mitos benar-benar ada, bukan hanya dongeng tidur atau cerita heroik. Misalnya, ada kerajaan seperti Hastina Pura, Ngamartalaya, Dahana Pura, dan Gilingwesi.

Dulu Nusantara menguasai 2/3 Bumi

Selain itu, kami berhasil mengurutkan sejarah kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara, yang sebagian besar dihilangkan dari catatan resmi. Kami juga berhasil membagi periode penciptaan Bumi menjadi tiga Jaman Kali (Jaman Besar), tujuh Jaman Kali (Jaman Sedang), dan satu Jaman Kala (Jaman Kecil) menjadi tiga.

Kebesaran sejarah Nusantara terkait dengan tradisi yang kuat. Namun sayangnya, dengan masuknya ajaran-ajaran baru, kebesaran tradisi kita telah hilang.

Bahkan ideologi baru cenderung mengubah kebiasaan lama menjadi animisme, dinamisme, dan politeisme. Meskipun beberapa teknologi terapan masa lalu yang sangat efektif dan menjadi kekuatan kehormatan dari kebesaran leluhur kita masih sangat relevan untuk digunakan oleh generasi kita sebagai pewaris teknologi, kita tidak pernah menyadarinya.

Sebagai contoh, Kitab Negara Kertagama menetapkan bahwa setiap Adipati harus menghadap ke pusat kerajaan—juga dikenal sebagai Kerajaan Induk—secara berkala selama 35 hari.

Jika ini terjadi pada masa Kerajaan Majapahit, Adipati dari Kadipaten Magadha—sekarang Bandung—harus lebih dari dua minggu untuk sampai ke Trowulan. Tidak ada transportasi modern seperti saat ini pada masa itu karena jalan raya belum ada dan mayoritas perjalanan masih hutan belantara.

Selain itu, para Adipati yang memerintah di luar pulau Jawa, seperti Adipati dari Kadipaten Tamgaram (yang sekarang dikenal sebagai Lampung) atau Adipati dari Kadipaten Madagascar (yang berada di dekat benua Afrika), bagaimana dan dengan cara apa mereka dapat pergi ke Pisowanan Agung yang diadakan setiap 35 hari?

Di sisi lain, ketika gempa besar melanda Padang, bantuan yang dikirim melalui darat tidak dapat mencapai secara merata ke wilayah Padang Pariaman hingga hanya dapat dikirim melalui transportasi udara. Sangat mungkin untuk membayangkan teknologi seperti apa yang digunakan oleh para Adipati kita di zaman Majapahit saat mereka masih harus melalui medan yang penuh dengan hutan belantara, bahkan sebagian menyeberangi lautan, sambil menjalankan pemerintahan di Kadipaten-nya masing-masing.

Kemudian kami menyadari bahwa ada tekanan dari beberapa negara besar yang mendorong kita untuk melupakan dan menyepelekan tradisi asli kita, karena hanya dengan tradisi warisan leluhur kita, kita bisa bangkit dari keterpurukan, dan semangat nasionalisme generasi muda akan bangkit lagi jika kita berhasil menunjukkan ke mata dunia bahwa kita bukanlah Negara kecil.

Kita dapat membantah semua klaim Malaysia karena ada bukti bahwa kita bangsa asli Nusantara bukanlah orang Melayu dan bahwa orang Melayu pada masa lalu hanyalah prajurit dari wilayah yang menginduk ke Nusantara di masa kerajaan leluhur kita.

Mengumumkan kebesaran Nusantara akan berdampak positif pada ekonomi di wilayah yang candi-candinya menunjukkan kebesaran Nusantara.

Saat ini, banyak candi tersebar dari Jawa Barat hingga Jawa Timur. Sangat disayangkan bahwa para arkeolog kita tidak mempelajari dan mengungkapkan sejarah cerita aslinya karena mereka hanya menganggap cerita dalam relief-relief tersebut sebagai sekuens dari cerita Ramayana, Sudamala, dll. Sekarang adalah saatnya bagi generasi muda kita untuk menyadari betapa mulia dan terhormatnya bangsa kita ini.