Priode masuknya Wali Songo



Foto Wali Songo yang kita kenal sekarang
            

Perjalanan Islam di Indonesia memiliki akar yang dalam dan bercampur dengan budaya dan tradisi lokal. Salah satu babak penting dalam sejarah Islam di Nusantara adalah kedatangan Wali Songo, sembilan tokoh spiritual yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di wilayah Indonesia pada abad ke-14 dan ke-17.

Peran Wali Songo, sebutan bagi sembilan ulama yang hidup dari tahun 1404–1650 M dan berdakwa di Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari penyebaran Islam di Indonesia.

Foto-foto Wali Songo yang kita kenal saat ini menunjukkan bahwa Wali Songo yang berda’wah di Indonesia memiliki banyak periode. dari tahap pertama hingga tahap enam. Generasi pertama tidak asli Indonesia. 1. Maulana Malik Ibrahim dari Turki (W-1419 M) memiliki makam di Gresik, 2. Maulana Ahmad Jumadil Kubro dari Mesir (W-1465 M) memiliki makam di Sidoarjo, 3. Maulana Al-Magribi dari Tunisia (W-1465 M) memiliki makam di Bantul, 4. Maulana Malik Isrofir dari Turki (W-1435 M) memiliki makam di Banten, 5. Maulana Ali akbar dari Iran (W-1435 M) memiliki makam di Cilegon, 6. Maulana Hasanudin dari Palestina (W-1465 M) memiliki makam                                                         

 Wali Songo periode kedua, yang berlangsung dari tahun 1435–1463 M, terdiri dari: 1. Sunan Ampel, yang berasal dari Champa di Muangthai Selatan pada tahun 1419; 2. Syaikh Ja’far Shodiq, juga dikenal sebagai Sunan Kudus, yang berasal dari Palestina; dan 3. Sunan Gunung Jati, yang berasal dari Palestina pada tahun 1435, menggantikan Maulana Muhammad Ali Akbar.

 Wali Songo periode ketiga, yang berlangsung dari tahun 1463 hingga 1466 M, terdiri dari: 1. Sunan Giri, yang berasal dari Belambangan, Banyuwangi, Jatim, menggantikan Maulana Ishaq pada tahun 1463; 2. Sunan Bonang, yang berasal dari Surabaya, Jatim, menggantikan Maulana Hasanuddi pada tahun 1462; dan 4. Sunan Kalijaga, yang berasal dari Tuban, Jatim, menggantikan Syaikh Subakir pada tahun 1463.

 Wali Songo keempat, yang berlangsung dari tahun 1466 hingga 1513 M, terdiri dari dua orang: 1. Raden Fattah dari Majapahit, yang menjadi raja Demak (mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra pada tahun 1465); dan 2. Fathullah Khan (Falatehan), dari Cirebon (mengganti Maulana Muhammad Al-Maghrabi pada tahun 1465).

 Wali Songo periode kelima, 1513–1533 M, terdiri dari: 1. Syaikh Siti Jenar dari Iran, Persia, wafat tahun 1517 (menggantikan Sunan Ampel tahun 1481); 2. Raden Faqih Sunan Ampel II (menggantikan Sunan Giri tahun 1505).

 Wali Songo periode keenam, yang berlangsung dari 1479 M, terdiri dari: 1. Syaikh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu) dari Sedayu (menganti ayahnya, Syaikh Siti Jenar, tahun 1517), 2. Raden Zainal Abidin Sunan Demak (menganti ayahnya, Raden Faqih Sunan Ampel II, tahun 1540), 3. Sultan Trenggana (menganti ayahnya, Raden Fattah, tahun 1518), 4. Sayyid Amir Hasan dari Kudus (menganti ayahnya, Sunan Kudus, tahun 1550),

Pada tahun 100 H (718 M), Raja Sriwijaya Jambi, Srindravarman, sebelumnya juga berkomunikasi dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Khilafah Bani Umayyah. Raja meminta dai yang dapat mengajarkan Islam kepadanya. Raja Srindravarman, yang sebelumnya Hindu, masuk Islam dua tahun kemudian, pada tahun 720 M. Sriwijaya Jambi juga disebut Sribuza Islam.

Penganugerahan gelar kehormatan juga menunjukkan hubungan ini. Misalnya, pada tahun 1048 H (1638 M), Syarif Zaid, Syarif Makkah, memberi Abdul Qadir dari Kesultanan Banten gelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir. Pada tahun 1051 H (1641 M), Pangeran Rangsang dari Kesultanan Mataram diberi gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami oleh Syarif Makkah. Ensiklopedia Tematik Dunia Islam Asia Tenggara, diterbitkan pada tahun 2002. Bahkan Banten sejak awal dianggap sebagai Kerajaan Islam, dan itu pasti mencakup Dar al-Islam, yang berdiri di Istanbul di bawah kepemimpinan Khalifah Turki Utsmani.

Peran Wali Songo tidak hanya terbatas pada penyebaran agama Islam, tetapi juga membentuk kultur dan identitas Indonesia yang sangat terpengaruh oleh ajaran mereka. Wali Songo telah mendorong harmoni antara Islam dan budaya lokal, menciptakan serangkaian tradisi dan praktik keagamaan yang unik di Indonesia. Mereka juga berkontribusi pada pembangunan institusi pendidikan Islam, seperti pesantren, yang menjadi landasan pendidikan agama Islam di Indonesia hingga saat ini.

Kedatangan dan peran Wali Songo di Indonesia telah membawa transformasi yang signifikan dalam sejarah agama dan budaya di Nusantara. Melalui dakwah yang adaptif dan pendekatan yang inklusif, mereka mampu menyebarkan ajaran Islam dengan harmoni dan memperkaya budaya lokal. Warisan spiritualitas Islam yang mereka tinggalkan melalui pembangunan pesantren dan pendidikan agama, serta praktik keagamaan yang khas, terus berlanjut dan menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Indonesia saat ini.