Pembukuan dan pembakuan Al Qur’an
Nabi
Muhammad SAW menaruh perhatian seriusuntuk penulisan wahyu. Beliau menunjuk
beberapa sahabat sebagai sekretaris, penulis wahyu dengan menyusun tertib ayat
sesuai petunjuk beliau berdasarkan petunjuk Allah SWT lewat malaikat jibril.
Mereka diantaranya adalah Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin
Affan,Abdullah bin Mas’ud, Anas bin Malik, ubaid bin Ka’ab, Muawiyah bin Abu
Sufyan,Zubair bin Awwam, Abdullah bin Arqam, Abdullah bin Rawahah dan lainnya.
Namun yang paling berkompeten diantara mereka adalah Zaid bin Tsabit.
Semua
ayat Al Qur’an yang di tulis di hadapan nabi ditulis diatas benda yang bermacam
–macam antara lain batu,tulang,kulit binatang, pelapah kurma dan sebagainya,
disimpan di rumah nabi dalam keadaan masih terpencar pencar ayatnya, belum
terhimpun dalam satu mushaf. Disamping itu para penulis wahyu secara pribadi
masing masing membuat naskah dari tulisan ayat – ayat tersebut untuk koleksi
pribadi masing – masing.
![]() |
Contoh dari lembaran mushaf |
Naskah
al Qur’an yang disimpan di rumah nabi dan diperkuat oleh naskah –
naskah yang dibuat oleh para penulis wahyu serta ditunjang oleh hafallan para
sahabat yang banyak jumlah akan dapat menjamin Al Qur’an tetap terpelihara
secara lengkap dan orisinil. Sebagaimana janji Allah SWT dalam Al Qur’an (Q.S
Al Hijr : 9) bahwa Allah SWT akan menjaga sepanjang masa
Musailamah
al Kadzdzab memimpin gerakan keluar dari agama Islam dan pembangkangan membayar
zakat setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Abu Bakar segera mengirim pasukan yang
dipimpin oleh Khalid bin Walid untuk menanggapi gerakan ini. Pada tahun 12
Hijriyah, terjadi perang nyata di Yamamah. Banyak orang muslim terbunuh,
termasuk 70 sahabat yang hafal Al Qur'an yang terbunuh sebagai syuhada.
Setelah
peristiwa tragis ini, Umar bin Khattab menyarankan kepada Abu Bakar untuk
segera mengumpulkan ayat Al Qur'an dalam satu mushaf. Ini karena dia khawatir
bahwa sebagian ayat akan hilang karena sebagian penghafalnya akan meninggal.
Namun, Zaid tidak suka tawaran ini karena dia pikir nabi tidak pernah
melakukannya. Namun, berkat diplomasi Abu Bakar, yang sepenuhnya didukung Umar
bin Khattab, Zaid akhirnya menerimanya dengan lapang dada. Meskipun ia penulis
wahyu utama dan hafal seluruh Al Qur'an, Zaid bin Tsabit sangat berhati-hati
dalam menjalankan tugas berat ini. Dalam menjalankan tugasnya, dia berpegang
pada dua hal: 1. Ayat—ayat Al Qur'an yang ditulis di depan nabi dan disimpan di
rumahnya; 2. Ayat—ayat yang dihafal oleh para sahabat yang hafal Al Qur'an.
Zaid tidak mau menerima tulisan ayat Al Qur'an kecuali dengan pengakuan dua
orang saksi yang adil bahwa ayat itu benar-benar ditulis di depan nabi dan atas
perintah dan perintahnya.
Antara
perang di Yamama dan sebelum Abu Bakar meninggal, Zaid dapat menyelesaikan
tugas menghimpun Al Qur'an dalam waktu kurang lebih satu tahun. Oleh karena
itu, dicatat dalam sejarah bahwa Abu Bakar adalah orang pertama yang menghimpun
Al Qur'an dalam mushaf atas inisiatif Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit.
Mushaf itu kemudian disimpan Abu Bakar oleh Umar bin Khattab setelah Abu Bakar
wafat, dan istri nabi Hafsah, yang hafal Al Qur'an juga bisa menulis.
![]() |
Gambar adalah Mushaf al quran pada zaman dulu |
Umat
Muslim berbeda dalam cara membaca Al Qur'an selama pemerintahannya. Persatuan
dan kesatuan umat Islam akan terganggu jika hal ini dibiarkan. Karena itu,
sahabat Utsman, Hudzaifah, menyarankan Utsman agar segera menyeragamkan bacaan
Al Qur'an dengan menuliskannya seragam. Misalnya, jika terjadi perbedaan
bacaan, diusahakan untuk tetap berada di batas ma’tsur—yang diajarkan oleh
nabi—karena Al Qur'an diturunkan dengan tujuh dialek yang ada pada masa itu.
Setelah
menerima gagasan pembakuan Al Qur'an ini, Utsman bin Affan membentuk panitia
yang terdiri dari empat orang: Zaid bin Tsabit, Sa'id bin Al Ash, Abdullah bin
Zubair, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Zaid bin Tsabit bertanggung
jawab untuk menyalin Al Qur'an dari mushaf Hafsah karena dianggap sebagai naskah
standar Al Qur'an.
Komite
bekerja untuk menyalin mushaf ini hingga menghasilkan lima buah mushaf yang
akan dikirim ke berbagai tempat. Ada arahan bahwa setiap mushaf Al Qur'an yang
berbeda dengan mushaf Utsman yang dikirim harus dibuang. Semua orang pada waktu
itu, termasuk para sahabat nabi, dengan senang hati menyambut terbitnya mushaf
Utsmani (juga dikenal sebagai mushaf Al-Imam) ini. Mereka dengan senang hati
mengikuti perintah Utsman bin Affan.
Mushaf
Hafsah yang dipinjam dikembalikan kepada Hafsah setelah tim penyusun
menyelesaikan pekerjaan mereka. Khalifah bani Umayyah Marwan bin Hakam (W. 65
H) pernah meminta agar mushaf Hafsah dibakar. Hafsah menolak, tetapi Marwan
mengambilnya dan membakarnya setelah dia meninggal. Untuk menjaga keseragaman Al
Qur'an yang telah dibakukan oleh Utsman dan untuk menghindari keraguan umat
Islam di masa mendatang terhadap mushaf Al Qur'an jika masih ada dua jenis
mushaf: mushaf Utsman dan mushaf Hafsah.
1 comment