Pengaruh Giri Kedaton dalam Penyebaran Islam di Indonesia

Keraton Giri Kedaton


Giri Kedaton adalah sebuah kerajaan yang didirikan oleh Sunan Giri yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur. Tidak diketahui kapan waktu bangunan itu berdiri, namun sejarah memperkirakan berdirinya kerajaan itu pada tahun 1470-an masehi. Dulunya Giri Kedaton adalah sebuah pesantren yang dihuni oleh banyak santri dari pulau Jawa maupun pulau lainnya. Para bangsawan pun juga nyantri di sana. Dengan melihat perkembangan yang begitu pesat yang terjadi pada Giri Kedaton, Sunan Giri kemudian mendapat masukan dari Sunan Bonang dan tokoh-tokoh lain untuk mengubah tempat tersebut sebagai pusat pemerintahan, sebutlah dengan kerajaan.

Sunan Giri adalah salah satu tokoh yang memberi pengaruh besar pada penyebaran Islam di Nusantara. Kerajaan yang dulunya adalah pesantren, dimanfaatkan sebagai tempat penyebaran Islam di Jawa. Namun selain di Jawa Pengaruh Giri Kedaton dalam  Penyebaran Islam pun merambah ke pulau-pulau lain. Pengaruh yang diberikan Sunan Giri sangatlah besar. Seperti yang tertulis di Atlas Wali Songo karya Agus Sunyoto, bahwa Sunan Giri membawa peranan penting dalam pengembangan Islam di Nusantara.

Mereka memanfaatkan jalur kekuasaan dan jalur perniagaan. Serta menggunakan jalur pendidikan dalam setiap dakwahnya. Hal itu diungkapkan di dalam sebuah penelitian berjudul Sejarah dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri. Sunan Giri sangat memberikan pengaruh pada kemajuan Islam berkat pendidikan yang ia kembangkan dalam ruang pesantren. Pesantren tersebut mengayomi berbagai santri Nusantara dari mulai Jawa, Kalimantan, Lombok, Makasar, Flores, Ternate, Tidore dan Sumbawa. Dan sekarang ini, pesantren tersebut dikenal sebagai Pesantren Luhur Malang.

Sunan Giri semakin kuat dengan keberadaan Giri Kedaton. Karena dakwah mereka tidak cuma sebagai sekolah agama saja, tapi juga kerajaan yang memiliki kekuatan politik. Hal ini bisa memperkuat kerajaan, karena jika mereka tidak memiliki kekuatan politik, akan ada banyak yang mudah mengalahkan mereka. Selain itu jika dipertahankan sebagai pesantren saja, tentunya pihak Sunan Giri yang terdiri dari para santri bisa saja kalah. Dan pada pemerintahan yang terjadi di Giri Kedaton, mereka berhasil memperoleh puncak kejayaan pada masa kepemimpinan Sunan Prapen yang memerintah pada 1548 - 1605. Ia telah menjadi juru damai pada peperangan Raja Mataram dan Jayalengkara Bupati Surabaya dan juga menjadi pelantik setiap ada Raja Islam yang naik tahta.

 

Keruntuhan

Kesultanan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung menginginkan agar Giri Kedaton menjadi wilayah subordinasi. Pada tahun 1630, Giri Kedaton, dipimpin oleh Sunan Kawis Guwa, menentang kekuasaan Mataram. Perwira Mataram tidak berani menghadapi Giri. Meskipun dewan tersebut tidak ada lagi, tampaknya mereka masih takut akan kekeramatan Walisongo.

Karena Pangeran Pekik, putra Jayalengkara dari Surabaya, adalah keturunan Sunan Ampel, dan Sunan Kawis Guwa adalah keturunan Sunan Giri I, semangat pasukan Mataram bangkit.

Sekitar tahun 1636, Giri Kedaton takluk dan Mataram menang dalam perang. Sunan Kawis Guwa diizinkan untuk tetap memimpin Giri dengan syarat bahwa dia harus menyerah kepada Mataram. Setelah itu, kekuatan Giri Kedaton mulai menurun. Penguasa yang memeluk Islam di Kerajaan Tanjungpura di Kalimantan Barat menggunakan gelar Panembahan Giri Kusuma setelah mengganti Sunan Kawis Guwa dengan gelar Panembahan Ageng Giri.

Setelah menjadi bawahan Mataram, Giri Kedaton kemudian mendukung pemberontakan Trunojoyo dari Madura terhadap pemerintahan Amangkurat I, putra Sultan Agung. Panembahan Ageng Giri aktif mencari dukungan untuk memperkuat barisan pemberontak.

Pada tahun 1677, Kesultanan Mataram runtuh, memicu pemberontakan. Akibatnya, saya sendiri mati dalam perjalanan. Amangkurat II, putranya, datang ke Kadilangu untuk bertemu dengan Panembahan Natapraja, salah satu sesepuh dari keturunan Sunan Kalijaga yang dianggap bijaksana dan kuat. Dia memiliki pasukan yang siap membantu Amangkurat II dan juga bersekutu dengan VOC untuk melakukan pembalasan.

Pada akhir tahun 1679, pemberontakan Trunojoyo dapat dihancurkan oleh Amangkurat II, yang menjadi raja tanpa takhta. Giri Kedaton adalah sekutu terakhir Trunojoyo. Pada bulan April 1680, Panembahan Natapraja dari Adilangu melakukan serangan besar-besaran terhadap Giri, yang didukung oleh VOC-Belanda yang membantu Amangkurat II. Pangeran Singosari, murid terbaik Giri, yang menjadi panglima para santri, gugur dalam peperangan setelah berduel dengan Panembahan Natapraja. Pasukan Adilangu, juga dikenal sebagai pasukan Natapraja, memiliki kekuatan yang cukup untuk mengalahkan pasukan Giri kedaton.

Di babad Trunajaya—Surapati, juga ada tembang asmaradhana yang menggambarkan peristiwa tersebut.

Berikut ini adalah daftar para pemimpin Giri Kedaton.

1.     Sunan Giri I atau Prabu Satmata atau Raden Paku (1487–1506)

2.     Sunan Dalem atau Sunan Kedul atau Sunan Giri II (1487–1546)

3.     Sunan Seda ing Margi atau Sunan Giri III (1546–1548)

4.     Sunan Prapen atau Sunan Mas Ratu Pratikal atau Sunan Giri IV (1548–1605)

5.     Sunan Kawis Guwa atau Sunan Giri V (1605–?)

6.     Panembahan Ageng Giri (?–1680)

7.     Panembahan Mas Witana Sideng Rana