Membongkar Sejarah Babylonia: Dari Zaman Kuno Hingga Kemerosotan

 



Babylonia, sebuah peradaban kuno yang berpusat di wilayah Mesopotamia, memiliki peran penting dalam sejarah manusia. Dengan ibu kotanya yang terletak di kota Babel (Babilon), peradaban ini telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap bidang politik, hukum, seni, dan ilmu pengetahuan pada masanya.

Asal Usul Babylonia:

Sulit untuk mengetahui dengan pasti kapan dinasti ini muncul karena topografi Babilonia yang tinggi dengan permukaan air. Banyak arkeologis gagal menemukan sisa-sisa tanah Babilonia. Oleh karena itu, banyak catatan tertulis dan karakteristik wilayah sekitar Babel sebenarnya merupakan bukti sejarah. Tidak banyak yang diketahui tentang raja-raja dari Sumuabum ke Sin-muballit selain fakta bahwa mereka adalah Amori dan bukan Akkadia. Mereka, bagaimanapun, diketahui mengumpulkan tanah yang tidak terlalu besar.

Kekaisaran tersebut hanya terdiri dari Dilbat, Sippar, Kish, dan Borsippa saat Hammurabi (yang juga seorang Amoriah) bangkit untuk menjadi raja Babilon. Banyak negara ditangkap oleh kekaisaran setelah Hammurabi menjadi raja. Dia berhasil menaklukkan banyak kota yang membantu Bablion. Meskipun Bablion menjadi jauh lebih kuat berkat Hammurabi, Babel tetap bukan wilayah Mesopotamia yang signifikan, tidak seperti Asyur, yang dipimpin oleh Shamshi-Adad I, atau Larsa, yang dipimpin oleh Rim-Sin setelah itu.

Di tahun ketiga belas, Hammurabi, raja, mendirikan Babilon sebagai pusat kerajaan yang luas. Dia memperoleh Larsa dari Rim-Sin pada tahun itu, dan sekarang memiliki kontrol atas Nippur, Ur, Uruk, dan Isin, serta pusat kota lainnya yang menguntungkan. Dengan kata lain, Hammurabi memiliki otoritas atas seluruh wilayah Mesopotamia selatan. Setelah Eshnunna ditangkap oleh Hammurabi sekitar tahun 1761 SM, itu adalah kekuatan politik lain di wilayah ini pada milenium kedua. Babel kemudian menggunakan jalur perdagangan dan kekuatan ekonomi yang mapan dari Eshnunna. Tak lama kemudian, pasukan Hammurabi mengambil alih Mari, kota terakhir yang memberinya kontrol atas seluruh wilayah Mesopotamia yang ada di bawah Dinasti Ketiga Ur pada milenium ketiga.

Babylonia memiliki akar yang kuat dalam sejarah Mesopotamia. Wilayah ini terletak di lembah sungai Eufrat dan Tigris, yang kaya akan tanah subur dan sumber daya alam. Seiring berjalannya waktu, kota-kota seperti Ur, Nippur, dan Eridu tumbuh menjadi pusat-pusat kebudayaan dan keagamaan. Namun, sejarah resmi Babylonia dimulai pada sekitar tahun 1894 SM, ketika Hammurabi naik tahta sebagai raja pertama Dinasti Pertama Babylonia.

Babilonia adalah wilayah budaya kuno di Mesopotamia pusat-selatan (sekarang Irak). Ibukotanya adalah Babel. Terletak di antara Sungai Efrat dan Tigris. Hammurabi, yang memerintah dari sekitar 1696 hingga 1654 SM, mendirikan kerajaan Babilonia dari wilayah yang sebelumnya merupakan Kekaisaran Akkadia.

Salah satu tablet dari masa Perunggu dan awal Zaman Besi mencatat penyebutan awal kota Babel. Babilonia mengadopsi bahasa Akkadia yang ditulis Semit untuk keperluan resmi, dan mempertahankan bahasa Sumeria untuk keperluan agama. Tradisi Akkadia dan Sumeria memainkan peran penting dalam budaya Babilonia setelah itu.

Orang Amori mengambil alih sebagian besar Mesopotamia, membentuk beberapa kerajaan kecil, setelah dinasti Sumeria terakhir "Ur-III" runtuh di tangan Elam (2002 SM tradisional, 1940 SM pendek). Selama ratusan tahun pertama dari apa yang dikenal sebagai "periode Amori" Di sekitar abad ketiga dan kedua, Akkadia secara bertahap menggantikan Sumeria sebagai bahasa Mesopotamia. Namun, Sumeria masih digunakan sebagai bahasa suci, upacara, literatur, dan penelitian sampai abad pertama.

Saat penguasa keenam, Hammurabi, memerintah kota Babel (fl. sekitar 1728–1686 SM). Dia menciptakan birokrasi, perpajakan, dan pemerintahan terpusat, dan menciptakan stabilitas di seluruh negara. Karena mereka percaya bahwa raja adalah agen atau utusan Dewa Marduk, mereka menganggap kota Abel sebagai "kota suci". Setiap penguasa Mesopotamia yang sah harus mengunjungi kota yang dianggap sebagai kota suci.

Bala tentara Babilonia menaklukkan kota Isin, Eshnunna, Uruk, dan kerajaan Mari sekaligus. Untuk berbagai perhitungan kronologi, tanggal Babel yang dibuat oleh raja Mursilis Het dianggap penting karena menurut catatan kuno dan tanggal yang berkuasa pada saat itu, matahari dan gerhana bulan dikatakan terjadi pada bulan Sivan tahun itu.

Peradaban Babylonia

Perdaban babylonia memiliki beberapa masa, perdaban babylonia lama meiliki masa 1696–1654 SM, juga dikenal sebagai Babilon, adalah negara kuno di selatan Mesopotamia (sekarang Irak), di wilayah Sumeria dan Akkadia. Dalam sebuah tablet dari abad ke-23 SM, Abel pertama kali disebutkan.

Pada pemerintahan Hammurabi (1696–1654 SM), Abel berkembang menjadi kerajaan besar yang mencakup bagian dari kerajaan Akkadia. Setelah itu, dinasti Kasdim atau dinasti ke-11 memerintah Kekaisaran Neo-Babilonia. Ini dimulai dengan revolusi Nabopolassar pada tahun 626 SM dan berlanjut dengan invasi Cyrus the Great, yang memiliki Nebuchadnezzar II yang terkenal, pada tahun 539 SM.

Istilah "Babilonia Baru" atau "Kasdim" mengacu pada Babilonia yang ada selama dinasti Kasdim atau dinasti ke-11. Ini berlangsung dari revolusi Nabopolassar pada tahun 626 SM hingga invasi Koresh Agung pada tahun 539 SM, dengan Nebukadnezar II sebagai penguasa terkenal.

Zaman kejayaan Babylonia terjadi selama pemerintahan Hammurabi dan Dinasti Pertama Babylonia. Hammurabi terkenal karena menyusun "Kode Hammurabi," satu set hukum tertulis yang mengatur kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Babylonia. Kode ini menunjukkan tingkat peradaban yang maju pada masanya, menegaskan prinsip-prinsip keadilan dan mempertahankan kedudukan Babylonia sebagai kekuatan regional yang kuat.

Selain itu, Babylonia juga mencapai prestasi penting dalam bidang matematika dan astronomi. Mereka menggunakan sistem angka basis 60 dan mengembangkan tabel astronomi yang akurat, termasuk pengetahuan tentang siklus gerhana, pergerakan planet, dan fase bulan. Babylonia juga terkenal karena pembangunan bangunan monumental seperti Istana Nebukadnezar II dan Taman Gantung Babilon, salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Kuno.

Pada masa Raja Nebukadnezar II, mendapatkan banyak pencapaian dan menjadikan babylonia mecapai masa kejayanan, salah satu sebab nya kekuatan kerajaan Asyur akhirnya menurun, dan pada tahun 625 SM, gubernur Kasdim Nabopolassar mengambil alih Babilonia. Pada tahun 612 SM, raja baru Babilonia bergabung dengan Media dan menjarah Niniwe, ibu kota Asyur. Dengan demikian, Kekaisaran Neo-Babilonia didirikan.

Pada tahun 605 SM, CI, putra Nabopolassar, menjadi raja. Nebukadnezar II memiliki pengalaman militer yang cukup untuk memerangi bangsa Asyur dan Mesir yang tersisa. Faktanya, namanya adalah Nebukadnezar II, yang berarti "Nabu, awasi ahli warisku," dan diambil dari raja prajurit Babilonia yang memerintah pada abad ke-12 SM.

Nebukadnezar II memperluas kota menjadi area lebih dari tiga mil persegi dengan uang yang diperoleh dari penaklukannya. Pada zamannya, dia membangun landmark yang melegenda. Pertama, pintu masuk utama kota adalah Gerbang Ishtar. Kemudian ada Kuil Marduk yang dibangun kembali. Selain itu, Taman Gantung, yang menurut Herodotus dianggap sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia pada zaman dahulu.

Babilonia adalah pusat pendidikan dan budaya, tetapi juga dianggap berbahaya bagi mereka yang ditaklukkannya. Babilonia digambarkan oleh orang-orang Ibrani kuno sebagai kota yang penuh dosa, keangkuhan, dan ketidaksalehan. Pembangunan Menara Babilonia—salah satu cerita Alkitab yang paling terkenal—diduga didasarkan pada Ziggurat Agung kota—menara kuil Etemenanki, yang didirikan untuk Marduk.

Kemerosotan dan Pengaruh Asing

Pada abad ke-12 SM, Babylonia mengalami serangkaian invasi dari suku-suku asing seperti Asiria, Elam, dan Persia. Meskipun mereka mengalami masa kejayaan sementara di bawah pemerintahan raja-raja seperti Nebukadnezar II, konflik yang berkelanjutan dan perebutan kekuasaan menyebabkan kemerosotan Babylonia secara keseluruhan.

Pada tahun 539 SM, pasukan Persia di bawah kepemimpinan Raja Koresy II menaklukkan Babylonia, mengakhiri keberadaan kerajaan itu. Meskipun Babylonia tidak lagi berdiri sebagai entitas politik independen, warisan budaya dan pengetahuan mereka tetap ada melalui pengaruh asing di wilayah tersebut.

Seperti Persia, Alexander Agung menaklukkan Makedonia pada tahun 331 SM dan menghancurkan Kekaisaran Persia. Meskipun dia terpesona dengan sejarah dan reputasi Babilonia, dia tidak menghancurkan kota dan penduduknya. Dia bahkan merencanakan untuk membangun ziggurat kota menjadi lebih megah lagi.

Tetapi rencana ini tidak terwujud karena Alexander meninggal di Babilonia pada 323 SM. Kemudian, jenderalnya membagi kekaisarannya, tetapi ada banyak perang untuk memutuskan siapa yang akan mewarisi. Perang ini disebut Perang Diadochi. Berkali-kali, wilayah itu diserbu, diambil, dan kemudian ditaklukkan kembali oleh komandan yang berbeda.

Babilonia hancur pada tahun 141 SM ketika Kekaisaran Parthia mengambil alih kota itu. Kota besar Hammurabi dan Nebukadnezar hilang beberapa ratus tahun kemudian, pada saat penaklukan Muslim pada abad ke-7 M. Babilonia hanyalah sejarah. Sudah tahu kan sejarah Babilonia?

Warisan dan Pengaruh Budaya

Warisan Babylonia berdampak besar pada peradaban-peradaban yang datang setelahnya. Kode Hammurabi, misalnya, menjadi dasar bagi sistem hukum di banyak peradaban yang mengikuti, termasuk Kekaisaran Persia dan Romawi. Pengetahuan astronomi dan matematika mereka juga diwarisi oleh peradaban Yunani dan Mesir.

Selain itu, legenda kota Babel dan Menara Babel dalam Alkitab memberikan kontribusi terhadap budaya populer dan mitologi hingga saat ini. Gambaran kemegahan dan kekuatan Babilon dalam kisah-kisah tersebut terus mempesona imajinasi manusia.

Agama Babylonia

Agama yang dipegang oleh bangsa Amoria saat tinggal di Babilonia adalah politeisme. Kepercayaan orang Amoria dan Sumeria tidak jauh berbeda. Seperti dikutip dari Sejarah Terlengkap Peradaban Dunia oleh Rizem Aizid, bangsa Amoria percaya bahwa para dewi telah menggambarkan berbagai peristiwa alam dan nasib manusia.

Kepercayaan bangsa Amoria mencakup pemahaman ilmiah tentang alam semesta, cuaca, dan cara pemujaan dewa-dewi pelindung dan sihir. Kepercayaan ini membawa astrologi ke dunia.

Meskipun dewa-dewi yang disembah oleh orang Amoria dan Sumeria sama, nama mereka berbeda. Marduk adalah dewa tertinggi orang Amoria. Ketika Babilonia menjadi lebih kuat di Mesopotamia, dewa ini menjadi semakin penting. Orang Amoria menganggap Marduk sebagai dewa bijak yang akan melindungi dan menghukum orang yang baik.

Sejarah Babylonia mencerminkan perjalanan peradaban kuno yang kuat dan berpengaruh. Dari masa kejayaannya di bawah pemerintahan Hammurabi hingga kemerosotannya karena invasi dan perebutan kekuasaan, Babylonia meninggalkan warisan yang kaya dan mempengaruhi perkembangan budaya, hukum, dan ilmu pengetahuan di masa depan. Meskipun tidak lagi berdiri sebagai kekuatan politik, pengaruh Babylonia tetap terasa dalam sejarah umat manusia.